![]() |
Ilustrasi. Penemuan harta karun bawah laut. (Dok. Ist) |
JATIMTERKINI.ID - Tahun 2003 silam, seorang nelayan asal Cirebon secara tak sengaja menemukan kapal karam penuh harta karun saat memancing di Laut Jawa.
Tak tanggung-tanggung, nilai temuan itu diperkirakan mencapai Rp720 miliar.
Peristiwa ini kemudian dikenal luas sebagai Cirebon Wreck, dan menjadi salah satu penemuan arkeologi bawah laut paling spektakuler di awal abad ke-21.
Kisahnya berawal dari rutinitas biasa. Nelayan yang namanya tidak dipublikasikan memutuskan untuk memancing sekitar 70 kilometer dari pesisir Cirebon, di titik laut dengan kedalaman sekitar 50 meter. Lokasi tersebut memang dikenal sebagai jalur ramai bagi lalu lintas ikan.
Namun hari itu, hasil pancingannya tidak seperti biasa. Saat jaring ditarik, ia merasa beban yang terangkat begitu berat. Alih-alih ikan, yang tersangkut justru keramik kuno dengan bentuk tak lazim.
Merasa menemukan sesuatu yang istimewa, ia membawa benda tersebut ke daratan. Temuannya ini kemudian membuka jalan bagi ekspedisi skala besar di lokasi tersebut.
Setelah dilakukan eksplorasi lanjutan oleh pihak swasta yang mendapatkan izin pemerintah, hasilnya benar-benar mengejutkan. Ditemukan lebih dari 300 ribu artefak dari dasar laut.
"Kapal karam di Cirebon terdapat 314.171 keramik yang terdiri dari porselen, piring, mangkuk, dan sebagainya," tulis Eka Asih, peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional, dalam bukunya Keramik Muatan Kapal Karam Cirebon (2016).
Tidak hanya keramik, studi internasional yang dilakukan oleh Michael S. Krzemnick dan tim dalam jurnal Radiocarbon Age Dating of 1,000-Year-Old Pearls from the Cirebon Shipwreck (2017) juga mengungkap keberadaan lebih dari 12.000 butir mutiara, ribuan permata, dan bahkan emas murni yang turut tenggelam bersama kapal.
Menurut laporan Detik.com (3 April 2012), nilai total muatan kapal tersebut ditaksir mencapai Rp720 miliar, menjadikannya salah satu harta karun bawah laut terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia.
Penemuan ini memunculkan berbagai teori mengenai asal-usul kapal dan barang-barang yang dibawanya. Meski banyak keramik yang ditemukan berasal dari Dinasti Tang (abad ke-9 hingga 10 M) di Tiongkok, studi lanjutan menyatakan bahwa kapal tersebut diproduksi di Nusantara.
Eka Asih membandingkan keramik dari kapal karam itu dengan artefak serupa di Sumatera Selatan, wilayah yang dahulu merupakan pusat Kesultanan Palembang.
Ia menemukan kemiripan signifikan, yang memperkuat teori bahwa kapal tersebut bagian dari jaringan dagang lokal yang terhubung dengan jalur perdagangan global.
Pada masa itu, Kerajaan Sriwijaya sedang dalam masa kejayaan, aktif menjalin hubungan dagang dengan berbagai wilayah termasuk Tiongkok.
Kapal-kapal dagang dari seluruh penjuru Nusantara biasa mengangkut komoditas bernilai tinggi melalui jalur laut menuju Pulau Jawa dan sekitarnya.
Diduga, salah satu kapal tersebut mengalami kecelakaan dan karam di perairan Cirebon, membawa serta ribuan artefak berharga yang baru terungkap ratusan tahun kemudian oleh seorang nelayan.
Penemuan kapal karam ini menjadi bukti nyata betapa strategisnya posisi Nusantara dalam percaturan perdagangan global sejak abad pertengahan.
Wilayah laut Indonesia tidak hanya menyimpan kekayaan alam, tapi juga jejak sejarah peradaban dan ekonomi maritim yang luar biasa.
Cirebon Wreck kini menjadi objek kajian penting dalam arkeologi maritim Indonesia. Sebagian besar artefak telah diamankan dan dijadikan bahan penelitian serta edukasi sejarah untuk generasi mendatang.