![]() |
Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan kenaikan tarif impor secara global. |
JATIMTERKINI.ID - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan besar dengan mengumumkan kebijakan tarif impor universal sebesar 10 persen yang berlaku efektif mulai Sabtu, 5 April 2025.
Kebijakan ini disebut Trump sebagai bentuk "kemerdekaan ekonomi" bagi Amerika dari ketergantungan pada produk luar negeri.
“Ini adalah bentuk kemerdekaan ekonomi kita. Pabrik-pabrik dan lapangan kerja akan kembali muncul di Amerika, dan hal itu sudah mulai terlihat,” ujar Trump dalam pidatonya seperti dikutip dari Inca Berita, Rabu (2/4/2025).
Langkah tersebut memicu reaksi dari banyak negara, termasuk Indonesia. Trump menyatakan bahwa kebijakan tarif ini merupakan bentuk balasan atas berbagai hambatan yang dikenakan negara-negara lain terhadap ekspor AS.
Tarif ini tidak hanya mempertimbangkan tarif moneter, tapi juga hambatan non-moneter seperti regulasi ketat yang mempersempit ruang produk AS di pasar internasional.
Menurut Trump, penerapan tarif universal akan mendorong perusahaan memproduksi barang di dalam negeri serta meningkatkan pendapatan negara. Ia bahkan menyebut tarif ini dapat menjadi alternatif pajak penghasilan.
Indonesia terpukul: Tarif impor melonjak jadi 32 persen
Dampak langsung dari kebijakan ini sangat terasa bagi Indonesia. Produk-produk ekspor utama seperti tekstil, alas kaki, furnitur, karet, hingga hasil perikanan kini dikenai tarif masuk sebesar 32 persen ke pasar AS.
Tarif tinggi ini dipicu oleh kebijakan timbal balik, karena Indonesia juga mengenakan tarif terhadap produk AS.
Akibatnya, eksportir dalam negeri kini menghadapi tantangan berat untuk bersaing di pasar Amerika, salah satu tujuan ekspor utama Indonesia.
Ancaman terhadap nilai tukar dan lapangan kerja
Peningkatan tarif ini juga berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi nasional. Dampak paling cepat dirasakan adalah tekanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Selain itu, beberapa industri besar yang tergantung pada pasar ekspor ke Amerika diperkirakan akan melakukan efisiensi besar-besaran, termasuk kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Penurunan ekspor juga berpotensi menggerus penerimaan pajak negara.
Pemerintah Indonesia ambil langkah negosiasi
Sebagai respons terhadap kebijakan tarif AS, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan perundingan ulang dengan pemerintah AS.
"Pemerintah akan melakukan negosiasi ulang dengan AS untuk mencari jalan tengah terkait kebijakan tarif ini," ujarnya, dikutip dari laman Antara.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto bersama Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, telah menggelar pembicaraan bilateral di Malaysia pada Minggu (6/4/2025) guna membahas dampak kebijakan tersebut terhadap negara-negara Asia Tenggara.
Tarif AS berbeda-beda di negara ASEAN
Indonesia bukan satu-satunya negara ASEAN yang terdampak. Pemerintah AS memberlakukan tarif berbeda kepada masing-masing negara di kawasan, antara lain:
- Filipina: 17%
- Singapura: 10%
- Malaysia: 24%
- Kamboja: 49%
- Thailand: 36%
- Vietnam: 46%
Dengan berbagai tekanan ini, Indonesia dan negara-negara tetangga di ASEAN tengah mencari strategi bersama untuk menghadapi kebijakan ekonomi baru AS yang agresif ini.
Fokus utama kini adalah menjaga stabilitas ekonomi nasional, melindungi industri dalam negeri, dan mempertahankan daya saing ekspor di tengah gejolak perdagangan global.